Selasa, 03 Desember 2013

Kembalinya Kejayaan AC Milan

Setelah serentetan masalah menerpa AC Milan termasuk terdegradasi pada musim 1980/1981, Milan mencoba kembali membangun kejayaannya. Harapan itu pun ada setelah Milan dibeli oleh pengusaha asal Italia, Silvio Berlusconi pada tahun 1986. Dia datang dengan membawa sejuta harapan bagi para milanisti. untuk mewujudkan kembali harapan itu, Silvio Berlusconi memboyong pelatih baru untuk Milan, Arrigo Sacchi, serta tiga orang pemain Belanda, Marco van Basten, Frank Rijkaard, dan Ruud Gullit, untuk mengembalikan kejayaan tim. Ia juga membeli pemain lainnya, seperti Roberto Donadoni, Carlo Ancelotti, dan Giovanni Galli. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan Silvio Berlusconi pun berhasil membuat Milan kembali meraih kejayaannya dengan memenangkan Serie A musim 1987/1988. Dan di musim 1988/1989, Milan berhasil memenangkan gelar Liga Champion ketiganya setelah mempecundangi Steaua Bucuresti di final dengan skor telak 4-0. Walau sempat mendapat hadangan yang berat dari Red Star Belgrade, Milan tetap berhasil melewatinya meski harus lewat adu penalti. Trio pemain Belanda yang berkontribusi besar saat Milan menjuarai Liga Champion 1988/1989 pun tak tergantikan walaupun sang pelatih Arrigo Sacchi meninggalkan kursi kepelatihannya untuk menjadi pelatih timnas Italia. Pelatih tak bereputasipun muncul sebagai pengganti. Adalah Fabio Capello yang membuat Milan tak terkalahkan dalam 58 pertandingan (19 Mei 1991-21 Maret 1993) walaupun ia tidak berhasil membuat Milan mempertahankan gelar Liga Champion. Namun, Milan tidak butuh waktu lama untuk kembali ke jalur juara di kompetisi terbaik Eropa tersebut. Musim 1992/1993, mereka kembali masih dengan status juara Serie A. Kekuatan tim saat itu tak jauh berbeda, masih tetap diperkuat oleh para pemain berkualitas, baik pemain asing maupun pemain lokal. "The Dream Team", itulah julukan untuk skuad Milan saat itu. Tak salah memang, karena saat itu Milan tampil tak terkalahkan. Trio Belanda masih memperkuat tim. Jean Pierre Papin, Zvonimir Boban, dan Dejan Savicevic melengkapi slot pemain asing yang tersisa. Milan juga memecahkan rekor transfer termahal dunia saat itu dengan merekrut Gianlugi Lentini dari Torino senilai £13 juta. Wajar kalau Capello dibebankan target untuk kembali membawa Milan merajai Eropa. Selain masih ada dua kompetisi antarklub Eropa lain saat itu, Piala Winners dan Piala UEFA, Liga Champion hanya menyertakan juara kompetisi domestik. target yang sepadan dengan materi yang dimiliki tim. Tanpa banyak kesulitan, Milan melaju mulus ke final Liga Champion dengan rekor kemenangan 100 persen. Dalam 10 pertandingan, Milan mencetak 23 gol dan hanya kebobolan satu kali. Namun malang bagi Milan, dia harus tumbang oleh klub asal Prancis Marseille, Didier Deschamps, Alen Boksic, Rudi Voeller, Franc Sauzee, Jocelyn Angloma, dkk lagi-lagi menjadi batu sandungan bagi Rossoneri. Sundulan Basile Boli ke gawang Sebastiano Rossi di stadion Olimpiade, Muenchen, memupus ambisi Milan. "The Dream Team" pun harus tumbang di tangan Marseille. Awal musim 1993/1994, skuad Milan dirombak besar-besaran. Pelatih Fabio Capello dicibir, publik Milan pun mulai meragukan kapasitasnya sebagai pelatih. Namun Capello bergeming. Pemain favorit Sacchi, Gullit dan Rijkaard pun dibuang. Gullit dipinjamkan ke Sampdoria dan Rijkaard kembali ke Ajax Amsterdam. Selain Papin, Florin Raducioiu, dan Brian Laudrup, Capello lebih mempercayakan Boban, Savicevic, dan pemain yang baru diboyong dari Marseille, Marcel Desailly dalam skuadnya. walaupun merombak besar-besaran timnya, Milan tetap berhasil mempertahankan scudetto sekaligus mencetak rekor tiga musim berturut-turut menjuarai Serie A. Hanya satu yang ingin dicapai Capello saat itu, Liga Champion! Hal itupun tercapai setelah Milan melenggang ke final setelah mengalahkan Paris St Germain dengan penuh perjuangan. Lawan mereka di final adalah Barcelona, klub yang dilatih Johan Cruyff dan diperkuat deretan pemain hebat macam Ronald Koeman, Hristo Stoichkov, Romario, Miguel Angel Nadal, Josep Guardiola, dan Andoni Zubizaretta. Namun malang bagi Milan, karena tak bisa memainkan duet pertahanan Alessandro Costacurta dan Franco Baresi di partai puncak karena cedera dan akumulasi kartu. Namun begitu, Milan tetap dapat membungkan klub raksasa Spanyol itu dengan skor yang sangat telak, 4-0. Athena pun menjadi saksi kembalinya kejayaan Milan saat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar