Senin, 09 Desember 2013

Euforia Liga Champions 2007



Tahun 2006 sempat menjadi tahun “kematian” sepakbola Italia. Liga mereka yang pernah menjadi liga terbaik dunia, terkena skandal pengaturan skor. Timnas Azzuri yang berlaga di Piala Dunia 2006 pun datang dengan pandangan rendah. Namun, pada akhirnya, Italia berhasil menjuarai Piala Dunia untuk keempat kalinya.
Di tingkat persaingan klub-klub elite Eropa, nasib Italia pun sama dengan timnasnya. Musim 2006/2007 dimulai dengan suram. Awalnya, empat klub terbaik dari klasemen akhir musim 2005/2006lah yang berhak tampil di Liga Champions: Juventus sang juara, AC Milan, Internazionale, dan Fiorentina.
Namun, calciopoli membuat peta ini berubah. Juventus dihukum ke Serie-B dan tidak bisa berpartisipasi di tingkat Eropa. Nasib yang sama juga dialami Fiorentina. AC Milan sempat hendak dilarang tampil juga.

Perubahan Besar
Rossoneri akhirnya tetap boleh tampil di Liga Champions dengan syarat memulai laga dari babak kualifikasi ketiga. Sementara, AS Roma yang duduk di peringkat kelima klasemen, menggantikan jatah satu tempat langsung di babak utama yang sebelumnya milik AC Milan. Internazionale menggantikan Juventus di babak utama (semestinya jika dilihat dari klasemen “sesungguhnya”, Interlah yang mesti tampil dalam kualifikasi ketiga).
Terakhir, jatah kualifikasi ketiga Liga Champions jatuh kepada Chievo. Tim ini ada di posisi tujuh klasemen akhir. Di atas mereka, ada Lazio (peringkat enam klasemen akhir yang sesungguhnya). Namun, Biancocelesti juga terkena hukuman pengurangan angka sehingga klub kota Verona ini bisa menikmati ajang paling bergengsi di Eropa ini. Sayang, menghadapi Levski Sofia, juara Bulgaria, Chievo langsung tersandung dengan agregat 2-4.

Nasib Klub-klub Italia
Perjalanan klub-klub Italia di babak penyisihan grup juga tidak terlalu baik. Internazionale, Roma, dan AC Milan bahkan sama-sama mengoleksi 10 poin (3 kali menang, 1 kali seri, dan 2 kalah). Cuma AC Milan yang masih perkasa dengan menjuarai Grup H. Internazionale kalah bersaing dari Barcelona di Grup B. Roma juga tak mampu menyalip ketangguhan Valencia di Grup D. Ketiga klub Italia lolos ke babak 16 besar. Mereka mengikuti jejak Spanyol yang sama-sama diwakili 3 klub (Barcelona, Real Madrid, dan Valencia). Sementara, Inggris meloloskan 4 tim; 100% sesuai kuota mereka untuk Liga Champions (Manchester United, Arsenal, Chelsea, dan Liverpool).
Di babak 16 besar, tim-tim Italia kurang impresif. AC Milan baru bisa memastikan lolos setelah melewati babak perpanjangan waktu untuk menyingkirkan Glasgow Celtic (agregat 1-0). AS Roma melaju setelah mengandaskan Olympique Lyon. Internazionale kalah agresif mencetak gol di kandang lawan dan disepak keluar oleh Valencia.
Bangkit di Saat Terakhir
Babak 8 besar tidak lebih baik. Roma dipermalukan oleh Manchester United. Sempat menang 2-1 di Olympico, Serigala dihajar oleh Setan Merah 7-1 di Old Trafford. Sementara, dengan tertatih, AC Milan lolos dari hadangan Bayern Muenchen. Terima kasih layak diberikan kepada Clarence Seedorf dan Filippo Inzaghi yang mencetak masing-masing satu gol di kandang Muenchen.
Di semifinal, tiga klub Inggris mengepung AC Milan seorang diri. Chelsea dan Liverpool berebut satu tiket ke final dengan harapan akan terjadi duel sesama tim Inggris di partai puncak. The Reds sukses menyingkirkan pasukan Jose Mourinho dalam drama adu penalti 4-1.
Sementara, Manchester United seperti terkena karma atas pembantaian mereka terhadap Roma di babak sebelumnya. Menang 3-2 di Old Trafford, United seperti di atas angin. Namun, di sinilah AC Milan menunjukkan kualitas sesungguhnya. Pada second leg, Rossoneri sukses menghancurkan United dengan skor telak 3-0.
AC Milan pun kembali berduel dengan Liverpool di partai puncak. Paolo Maldini dkk. tentu masih ingat bagaimana mereka dipecundangi The Reds dua tahun sebelumnya. Unggul 3-0, Milan gagal menang setelah secara luar biasa Liverpool menyamakan kedudukan dan menang dalam drama adu penalti. Kali ini, kesalahan tak mau diulangi.
Filippo Inzaghi menjadi pahlawan AC Milan sekali lagi. Sang raja offside mencetak dua gol kemenangan Rossoneri dan membalaskan dendam dua tahun lalu.
Keberhasilan AC Milan ini menjadi bukti bahwa sepakbola Italia tidak habis oleh calciopoli. Bahkan, tiga pemain mereka, menjadi para pemain terbaik turnamen sesuai posisi masing-masing. Di lini belakang, Paolo Maldini sang kapten, menjadi bek terbaik Liga Champions tahun tersebut. Gelandang terbaik jatuh pada Clarence Seedorf. Sementara, Ricardo Kaka yang berhasil mengoleksi 10 gol dari 13 penampilan, menjadi penyerang sekaligus pemain terbaik.

Sabtu, 07 Desember 2013

Kekalahan Mustahil AC Milan di Istanbul




Dinding stadion Kemal Ataturk seperti setipis kertas. Dari kamar ganti Liverpool, sorak sorai pemain AC Milan di ruangan yang berbeda begitu jelas terdengar. Semua pemain Liverpool tertunduk lesu. Tak ada yang berani menegakkan kepala. Pada malam final Liga Champions 2004/05 itu, Milan memberikan pukulan telak kepada Liverpool. Milan mampu unggul 3-0 saat jeda. Bek veteran Paolo Maldini membuka keunggulan pada menit pertama pertandingan. Sebelum turun minum, Hernan Crespo menambahnya dengan dua gol. Awal yang sempurna.

Tak mau disetir kemurungan, Rafael Benitez menghimpun nafas dan berdiri di tengah para pemainnya. Sang manajer sadar, dia hanya punya waktu 15 menit untuk mengembalikan kepercayaan diri tim. Ketika berjalan dari bangku cadangan menuju ruang ganti, benak Benitez dipusingkan mencari-cari kalimat dalam bahasa Inggris yang tepat untuk "menghidupkan" para pemainnya. Kalimat yang kemudian meluncur dari mulutnya sederhana saja.

"Jangan tundukkan kepala kalian. Kita Liverpool. Kalian bermain untuk Liverpool. Jangan lupakan itu. Kalian harus tetap menegakkan kepala kalian untuk suporter. Kalian harus melakukkannya untuk mereka", ujarnya.

"Kalian tak pantas menyebut kalian pemain Liverpool kalau kepala kalian tertunduk. Kalau kita menciptakan beberapa peluang, kita berpeluang bangkit dalam pertandingan ini. Percaya lah kalian mampu melakukannya. Berikan kesempatan buat kalian sendiri untuk keluar sebagai pahlawan."

Sebelum tim keluar kamar ganti, Rafa menyusun skema formasi baru di papan tulis. Untuk menghambat Kaka, Rafa meminta Dietmar Hamann bersiap tampil menggantikan Djimi Traore. Namun, ketika diberitahu Steve Finnan mengalami cedera, Benitez memanggil kembali Traore yang sudah mencopot sepatu dan berjalan ke kamar mandi. Keputusan terakhir, Finnan keluar, Hamann masuk.

Rafa sadar, tak ada lagi ruginya mengorbankan seorang pemain bertahan. Liverpool bermain dengan tiga pemain belakang dan kapten Steven Gerrard didorong lebih ke depan. Liverpool memang harus bangkit, sekarang atau tidak sama sekali.

Inilah lima belas menit yang menentukan. Lima belas menit yang mengubah segalanya. Babak kedua menjadi milik Liverpool. Sembilan menit babak kedua berjalan, Liverpool menyulut sumbu ledak stadion. Dalam rentang enam menit berikutnya, Liverpool ganti mengendalikan situasi. Steven Gerrard memberikan gol inspirasional lewat sundulan kepala menyongsong umpan John Arne Riise. Tak lama berselang, tendangan keras jarak jauh Vladimir Smicer tak dapat ditahan Dida. Belum lagi Milan menata diri, pada menit ke-60, Gerrard dijatuhkan di kotak penalti oleh Gennaro Gattuso. Penalti! Awalnya, eksekusi Xabi Alonso sempat ditahan Dida, tapi bola muntah langsung disambar Alonso. 

Cerita belum selesai. Kedudukan 3-3 bertahan hingga 90 menit. Pertandingan diperpanjang hingga 30 menit, tapi tetap tak bisa menentukan pemenang. Juara Liga Champions musim itu pun harus diselesaikan melalui babak adu penalti.

Sebelum "babak perjudian" itu dimulai, Jamie Carragher datang menghampiri kiper Jerzy Dudek. Carra menyarankan Dudek agar melakukan "sesuatu" untuk mengacaukan konsentrasi pemain Milan. Dudek langsung teringat rekaman video yang pernah disaksikannya. Kaki spaghetti! Saat adu penalti final Piala Champions 1984 melawan AS Roma, pendahulu Dudek, Bruce Grobbelaar, memelintir-melintir kakinya. Entah memang berpengaruh atau tidak, Grobbelaar berhasil membawa Liverpool menang dan merebut Piala Champions.

Trik yang sama dipakai Dudek ketika Andriy Shevchenko bertugas sebagai eksekutor terakhir Milan. Terbukti, trik kuno itu berhasil. Eksekusi Sheva mengarah ke tengah gawang dan dengan sebelah tangan, Dudek menahannya. Liverpool pun merajai Eropa! Jerih payah fans Liverpool yang terus menggemuruhkan dukungan untuk klub kesayangan mereka terbayar sudah!

Mukjizat di Istanbul ini kemudian diabadikan dalam film Fifteen Minutes That Shook The World. Pertandingan itu pun menjadi kekalahan yang mustahil bagi Milan. Betapa tidak, final Liga Champions musim itu sangat dramatis dan membuktikan segalanya mungkin terjadi di lapangan sepakbola.

Pertandingan di malam final di Istanbul tersebut menjadi malam yang sangat berbahagia bagi publik Liverpool namun menjadi malam yang sangat menyakitkan bagi publik San Siro. Dengan kekalahan tersebut gagal mengulang sukses 2003 ketika berhasil mengalahkan Juventus lewat adu penalti.

Jumat, 06 Desember 2013

Bintang Masa Depan "Stephan El Shaarawy"

Stephan Kareem El Sharaawy, lahir di Savona, Italia, 27 Oktober 1992. Dia adalah seorang pemain sepak bola asal Italia keturunan Mesir yang dapat bermain di posisi gelandang serang ataupun penyerang sayap. Sekarang dia bermain di klub raksasa Italia Serie A. Aset terbesarnya adalah kecepatan yang luar biasa dan kemampuan untuk menembus pertahanan tim lawan dengan skill yang luar biasa dan umpan yang jitu. Dia mengawali karirnya du dunia sepak bola bersama Legino, lalu ia bergabung dengan klub lokal Italia Genoa saat dia berusia 13 tahun. Pada 21 Desember 2008, saat dia berusia 16 tahun, dia memulai debutnya bersama Genoa di tim utama, bermain selama sepuluh menit sebagai pemain cadangan saat bertandang ke markas Chievo di lanjutan laga di Serie A. Namun sayang, debutnya itu merupakan pertandingan pertama sekaligus terakhirnya di musim itu walaupun ia sering duduk di bangku cadangan. Pada Juni 2010 dia dipinjamkan ke Padova, salah satu klub di Serie B untuk musim 2010/2011. Selama masa peminjamannya di Padova, dia bermain sangat luar biasa dan dapat menjadi bagian penting di tim. Dia membawa klub menjalani pertandingan play-off untuk penentuan tim yang akan promosi ke Serie A, namun sayang Padova harus kalah dari Novara dan menunda timnya untuk naik kasta. Berkat performanya yang menawan saat di Padova, AC Milan pun tertarik untuk merekrutnya dan akhirnya pada 2011 pun berhasil mendapatkan tandatangan pemain berambut mohak ini untuk bermain di klub yang bermarkas di San Siro ini. Awalanya si Fir'aun kecil tampil meragukan di musim perdananya. Tapi El Sha membalasnya di musim keduanya bersama Milan dengan menjadi pengganti yang pantas untuk Zlatan Ibrahinovic yang hijrah ke Paris Saint Germain dengan menjadi top skorer Milan sekaligus Seria A pada putaran pertama. Namun sejak kedatangan striker bengal Mario Balotelli, prokdutivitas gol Il Faraone pun menurun, El Shaarawy pun harus merelakan gelar top skorer diambil oleh striker Napoli Edinson Cavani pada akhir musim. Pada 25 Juni 2011, El Shaarawy tercatat di buku rekor Milan sebagai pemain termuda yang membuat gol di Liga Champions. Usianya saat itu adalah 19 tahun 342 hari. Di musim ini walaupun belum menunjukkan performa terbaiknya bersama Milan karena terus dilanda badai cedera, El Shaarawy tetap menjadi bagian penting dalam klub, dan akan selalu menjadi bagian terpenting Milan karena dialah aset Milan yang paling berharga saat ini. Dan dialah pemain muda yang akan saling bahu membahu bersama pemain Milan lainnya untuk membawa Milan meraih gelar Liga Champion ke-8nya.

Rabu, 04 Desember 2013

Pujaan Publik San Siro "Ricardo Kaka"


Ricardo Izecson Dos Santos Leite atau lebih dikenal dengan Ricardo Kaka, adalah salah satu bintang Brasil yang bisa dibilang paling sukses. Lahir di Gama, Brasil, 22 April 1982, Kaka mengawali karirnya pada usia delapan tahun di sebuah klub di Brasil. Lalu dia pindah ke Sao Paulo FC dan menandatangani kontrak profesional pertamanya pada usianya yang ke-15 dan memimpin tim juniornya pada kemenangan "Copa de Juvenil".  Ia memulai debutnya di Sao Paolo FC tahun 2001 saat ia berusia 18 tahun. Pada musim pertama, ia mengoleksi 12 gol dalam 27 pertandingan dan 10 gol dalam 22 pertandingan di musim berikut. Pada usia 17 tahun, ketika ia masih dalam tim junior, Sao Paulo berniat menjual Kaká ke tim dari Liga divisi 1 Turki, Gaziantepspor. Transaksi tidak terjadi, karena manajer Gaziantepspor, Nurullah Sağlam, dan dewan pengurus tim itu menolak untuk membayar $1.5m untuk pemuda 17 tahun itu. Setelah bergabung dengan tim senior São Paulo FC, penampilan Kaká menarik perhatian klub-klub Eropa.
Pada tahun 2003 ia bergabung dengan Milan dengan biaya sebesar € 8,5 juta.
Dia bergabung dengan AC Milan(Satu paket dengan adiknya,digao) dengan bayaran US $8.5 m, jumlah yang dianggap sedikit oleh pemilik klub Silvio Berlusconi. Dalam sebulan, ia telah masuk ke dalam tim utama dan sejak saat itu pula ia menjadi starter. Debutnya di Serie A adalah ketika Milan bertandang melawan A.C Ancona, menang 2-0. Dia menghasilkan 10 gol dalam 30 pertandingan pada musim itu, memenangkan Serie A dan Piala Super Italia.
Kaká adalah bagian inti dari lima orang pemain tengah pada musim 2004-2005, biasa bermain dalam posisi penyerang bayangan di belakang striker Andriy Shevchenko. Dia mengoleksi 7 gol dalam 36 pertandingan liga dan juga memenangkan Piala Super Italia bersama dengan klubnya. Milan meraih posisi kedua setelah Juventus di Serie A dan dalam partai final dengan Liverpool pada adu penalti di Liga Champion.
Salah satu gol Kaká yang sangat menakjubkan adalah ketika melawan Fenerbahce SK di pertandingan pertama AC Milan dalam Piala/Liga Champions 2005-06, Rossoneri menang 3-1. Gol itu membuatnya disamakan dengan Diego Maradona, karena Kaká memulai larinya dari tengah lapangan dan melewati tiga ganjalan sebelum memasuki daerah penalti dan menyelesaikannya dengan shot rendah di bawah kiper Fenerbahçe, Volkan Demirel.
Pada 9 April 2006, ia membuat tiga gol pertamanya dalam pertandingan melawan Chievo Verona. Ketiga golnya dihasilkan pada babak pertama. Pada 2006, Real Madrid menunjukkan ketertarikannya menggaet bintang 25 tahun ini, tetapi Milan dan Kaká menolak untuk menjual. Kaká telah menandatangani perpanjangan kontrak dengan Milan hingga 2011.
Pada 1 November 2006, AC Milan lolos babak penyisihan Piala/Liga Champions setelah Kaká membuat tiga gol yang membantu timnya menang 4-1 melawan R.S.C Anderlecht. Ini adalah tiga gol keduanya di Milan dan tiga gol pertamanya di kompetisi Eropa.
Kaká menambahkan gelar Liga Champion dengan kasus piala itu untuk pertama kalinya ketika Milan dikalahkan Liverpool pada tanggal 23 Mei 2007. Meskipun ia tidak mencetak gol, dia memenangkan tendangan bebas yang mengarah ke gol pertama dari dua gol Filippo Inzaghi, dan memberikan assist untuk terjadinya gol yang kedua. Untuk permainan bintangnya di seluruh kompetisi, ia terpilih sebagai Player Vodafone Fans 'Season dalam jajak pendapat lebih dari 100.000 pengunjung UEFA.com. Pada tanggal 30 Agustus, Kaká disebut oleh UEFA sebagai top forward dari Liga Champions musim 2006-07 dan UEFA Club Player of the Year. Dia sekali lagi selesai sebagai kedua membantu penyedia Liga Champions, dengan 5 dan terpilih 2007 IFFHS Playmaker Terbaik Dunia.
Dia memainkan pertandingan karir ke 200 bersama Milan pada hasil imbang 1-1 dengan Catania pada tanggal 30 September, dan pada tanggal 5 Oktober, ia dinobatkan sebagai 2006-07 FIFPro World Player of the Year. Pada tanggal 2 Desember 2007, Kaká menjadi pemain kedelapan Milan untuk memenangkan Ballo d'Or, saat ia selesai dengan 444 suara yang menentukan, panjang diikuti runner-up Cristiano Ronaldo. Ia menandatangani perpanjangan kontrak sampai 2013 dengan Milan 29 Pebruari 2008.
Karena kontribusi dan mematikan lapangan, Waktu majalah bernama Kaká dalam waktu 100, daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia, pada tanggal 2 Mei. Pada tanggal 14 Oktober, ia mencetak jejak kaki nya di Estadio do Maracana pada trotoar ketenaran, dalam bagian yang didedikasikan untuk mengenang pemain top negara. Ia memenangkan kehormatan lagi pada tahun 2009.
BBC melaporkan pada 13 Januari 2009, Manchester City mengajukan tawaran untuk Kaká untuk lebih dari £ 100 juta. Direktur Milan Umberto Gandini menjawab bahwa Milan hanya akan membahas masalah jika Kaká dan Manchester City menyetujui persyaratan pribadi. Kaká awalnya menanggapi dengan mengatakan kepada wartawan ia ingin "menjadi tua" di Milan dan bermimpi menjadi kapten klub suatu hari, tapi kemudian berkata, "Jika Milan ingin menjual saya, saya akan duduk dan berbicara. saya dapat mengatakan bahwa selama klub tidak ingin menjual saya, saya pasti akan tinggal." Pada tanggal 19 Januari, mengumumkan bahwa Manchester City telah resmi mengakhiri tawaran mereka setelah diskusi antara klub, dan Kaká yang akan tetap bersama Milan. pendukung Milan telah protes di luar markas klub tadi malam itu, dan kemudian meneriakkan luar rumah Kaká, di mana ia salut terhadap mereka dengan melambaikan jersey ke luar jendela.
Setelah sukses dengan Milan, Kaká bergabung dengan Real Madrid dengan biaya transfer € 65.000.000, rekor kedua dari Zinadine Zidane, € 75 juta. Kemudian ditransfer Real Madrid Cristiano Ronaldo dengan bayaran € 96.000.000, membuat rekor biaya transfer baru, membuat biaya Kaká tertinggi ketiga yang pernah direkrut. Selain kontribusi di lapangan, Kaká dikenal untuk pekerjaan kemanusiaannya. Pada tahun 2004, pada saat pengangkatannya, ia menjadi duta besar termuda dari Program Pangan Dunia PBB. Kaká adalah atlet pertama yang mengumpulkan 10 juta pengikut di Twitter.
Kaká menikah dengan Caroline Celico pada 23 Desember 2005 di sebuah gereja di Sao Paolo, Brasil.
Setelah empat musim berseragam Real Madrid, Kaka kembali ke Milan dan kembali menjadi pujaan yang dulu di elu-elukan para publik san siro. Semoga dengan kembalinya Kaka Milan dapat kembali merengkuh gelar Liga Champion untuk ke-8 kalinya.

Awal Buruk Dari Sebuah Era Baru

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiU5YuvlxK5hp8tTtlbyGMf_tMt_uE62jH6g-HjHWGrQkXL3Yi4neXNHdNoGqoCjhyphenhyphenxuvuYuy6Bi7CQMVyygevkVQXAdjOzz5D8kcjU4YQ_et_ZEoFw-VywDGz9tOg4MFqcJmNih_kKZMc/s1600/the+3.gif
Setelah kepergian Fabio Capello tahun 1996, Milan merekrut Oscar Washington Tabarez untuk menggantikan Fabio Capello. Tetapi perjuangan keras dibawah kendalinya kurang berhasil dan mereka selalu kalah dalam beberapa pertandingan awal. Dalam upayanya untuk mendapat kembali kejayaan di masa lalu, mereka memanggil kembali pelatih yang telah berhasil mempersembahkan banyak gelar buat Milan yaitu Arrigo Sacchi untuk menggantikan Oscar Tabarez. Tapi sayang, Milan mendapat tamparan keras di Serie A. Milan dipermalukan oleh Juventus di rumah mereka sendiri San Siri dengan skor telak 1-4. Milan lalu merombak tim dengan membeli sejumlah pemain baru seperti Ibrahim Ba, Christophe Dugarry dan Edgar Davids. Namun, perjuangan keras Milan hanya berbuah peringkat kesebelas Serie A di Akhir musim 1996/1997. Karena mengakhiri musim dengan hasil yang buruk, Arrigo Sacchi digantikan kembali oleh Fabio Capello di musim berikutnya. Setelah resmi menjadi pelatih baru Milan, Fabio Capello lalu merekrut beberepa pemain muda berbakat seperti Christian Ziege, Patrick Kluivert, Jesper Blomqvist, dan Leonardo. Tetapi, pembelian tersebut gagal memberi kontribusi besar terhadap tim karena hasilnya sama buruk dengan musim sebelumnya. musim 1997/1998 harus di akhiri dengan peringkat yang bisa dibilang buruk, yaitu kesepuluh. Hasil ini tidak bisa diterima oleh para petinggi Milan dan para Milanisti. Dan akhirnya, senasib dengan Sacchi, fabio Capello pun harus dipecat.
Pada musim berikutnya, Milan memulai perburuan manajer, dan akhirya Alberto Zaccheroni menarik perhatian Milan. Zaccheroni adalah manajer Udinese yang telah membawa udinese finish di tempat ke-3 di Serie A musim 1997/1998. Milan lalu mengontrak Zaccheroni dan dua orang pemain dari Udinese, Iliver Bierhoff dan Thomas Helveg. Milan juga mengontrak Roberto Ayala, Luigi Sala, dan Andres Guglielminpietro. Dengan formasi 3-4-3 yang diterapkan Zaccheroni, Milan berhasil memenangkan scudetto ke-16 mereka. Meskipun sukses di musim perdananya, Zaccheroni tetap gagal menjadikan skuad Milan saat itu seperti The Dream Team seperti dahulu. Di musim berikutnya, meskipun terdapat striker hebat Andriy Shevchenko, Milan tetap tampil buruk di Liga Champion dan di Serie A. Milan terlempar dari Liga Champion lebih awal karena hanya memenangkan satu dari enam pertandingan dan hanya mampu mengakhiri musi di tempat ke-3. Pada musim berikutnya, Milan yang kembali masuk Liga Champion berhasil mengalahkan Dinamo Zagreb dengan 9-1. Milan memulai Liga Champions dengan semangat tinggi, mengalahkan Besiktas JK dari Turki dan raksasa Spanyol FC Barcelona. Tapi setelah itu performa Milan terus menurun, seri melawan sejumlah tim yang sebenarnya bisa mereka kalahkan termasuk kalah 2-1 oleh Juventus di Serie A dan 1-0 oleh Leeds United. Dalam putaran kedua Liga Champion, Milan hanya menang sekali dan seri empat kali. Mereka gagal menang menang atas Deportivo de La Coruna dari Spanyol di pertandingan terakhir. Dan akhirnya pertandingan terakhir Milan di Liga Champion pada musim itu pun juga menjadi pertandingan terakhir juga Zaccheroni karena dia dipecat setelah laga melawan Deportivo. Setelah Zaccheroni dipecat, Cesare Maldini (ayah Paolo Maldini) ditunjuk sebagai pengganti. Awalnya memang performa Milan mulai membaik setelah MIlan berhasil menang atas A.S Bari dan menang besar atas rival sekota dengan skor luar biasa 6-0. Namun setelah hasil gemilang itu, performa Milan kembali menurun setelah kekalahan atas Valencia. terlepas dari hasil buruk itu, petinggi Milan tetap menargetkan finish di tempat ke-4 di liga. Tapi sayang, Cesare Maldini gagal dan hanya membawa Milan finish di tempat ke-6. Musim berikutnya dimulai Milan dengan membeli sejumlah pemain bintang seperti  Javi Moreno, Cosmin contra, Kakha Kaladze, Rui Vosta, Filippo Inzaghi, Martin Laursen, Jon Dahl, Umit Davala, dan Andrea Pirlo. Lalu Milan menunjuk Fatih Terim ditunjuk sebagai Manajer menggantikan Cesare Maldini. Awalnya cukup sukses, namun setelah 5 bulan di klub, Milan tidak berada di liga dan Terim pun dipecat karena gagal memenuhi target.

Selasa, 03 Desember 2013

Kembalinya Kejayaan AC Milan

Setelah serentetan masalah menerpa AC Milan termasuk terdegradasi pada musim 1980/1981, Milan mencoba kembali membangun kejayaannya. Harapan itu pun ada setelah Milan dibeli oleh pengusaha asal Italia, Silvio Berlusconi pada tahun 1986. Dia datang dengan membawa sejuta harapan bagi para milanisti. untuk mewujudkan kembali harapan itu, Silvio Berlusconi memboyong pelatih baru untuk Milan, Arrigo Sacchi, serta tiga orang pemain Belanda, Marco van Basten, Frank Rijkaard, dan Ruud Gullit, untuk mengembalikan kejayaan tim. Ia juga membeli pemain lainnya, seperti Roberto Donadoni, Carlo Ancelotti, dan Giovanni Galli. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan Silvio Berlusconi pun berhasil membuat Milan kembali meraih kejayaannya dengan memenangkan Serie A musim 1987/1988. Dan di musim 1988/1989, Milan berhasil memenangkan gelar Liga Champion ketiganya setelah mempecundangi Steaua Bucuresti di final dengan skor telak 4-0. Walau sempat mendapat hadangan yang berat dari Red Star Belgrade, Milan tetap berhasil melewatinya meski harus lewat adu penalti. Trio pemain Belanda yang berkontribusi besar saat Milan menjuarai Liga Champion 1988/1989 pun tak tergantikan walaupun sang pelatih Arrigo Sacchi meninggalkan kursi kepelatihannya untuk menjadi pelatih timnas Italia. Pelatih tak bereputasipun muncul sebagai pengganti. Adalah Fabio Capello yang membuat Milan tak terkalahkan dalam 58 pertandingan (19 Mei 1991-21 Maret 1993) walaupun ia tidak berhasil membuat Milan mempertahankan gelar Liga Champion. Namun, Milan tidak butuh waktu lama untuk kembali ke jalur juara di kompetisi terbaik Eropa tersebut. Musim 1992/1993, mereka kembali masih dengan status juara Serie A. Kekuatan tim saat itu tak jauh berbeda, masih tetap diperkuat oleh para pemain berkualitas, baik pemain asing maupun pemain lokal. "The Dream Team", itulah julukan untuk skuad Milan saat itu. Tak salah memang, karena saat itu Milan tampil tak terkalahkan. Trio Belanda masih memperkuat tim. Jean Pierre Papin, Zvonimir Boban, dan Dejan Savicevic melengkapi slot pemain asing yang tersisa. Milan juga memecahkan rekor transfer termahal dunia saat itu dengan merekrut Gianlugi Lentini dari Torino senilai £13 juta. Wajar kalau Capello dibebankan target untuk kembali membawa Milan merajai Eropa. Selain masih ada dua kompetisi antarklub Eropa lain saat itu, Piala Winners dan Piala UEFA, Liga Champion hanya menyertakan juara kompetisi domestik. target yang sepadan dengan materi yang dimiliki tim. Tanpa banyak kesulitan, Milan melaju mulus ke final Liga Champion dengan rekor kemenangan 100 persen. Dalam 10 pertandingan, Milan mencetak 23 gol dan hanya kebobolan satu kali. Namun malang bagi Milan, dia harus tumbang oleh klub asal Prancis Marseille, Didier Deschamps, Alen Boksic, Rudi Voeller, Franc Sauzee, Jocelyn Angloma, dkk lagi-lagi menjadi batu sandungan bagi Rossoneri. Sundulan Basile Boli ke gawang Sebastiano Rossi di stadion Olimpiade, Muenchen, memupus ambisi Milan. "The Dream Team" pun harus tumbang di tangan Marseille. Awal musim 1993/1994, skuad Milan dirombak besar-besaran. Pelatih Fabio Capello dicibir, publik Milan pun mulai meragukan kapasitasnya sebagai pelatih. Namun Capello bergeming. Pemain favorit Sacchi, Gullit dan Rijkaard pun dibuang. Gullit dipinjamkan ke Sampdoria dan Rijkaard kembali ke Ajax Amsterdam. Selain Papin, Florin Raducioiu, dan Brian Laudrup, Capello lebih mempercayakan Boban, Savicevic, dan pemain yang baru diboyong dari Marseille, Marcel Desailly dalam skuadnya. walaupun merombak besar-besaran timnya, Milan tetap berhasil mempertahankan scudetto sekaligus mencetak rekor tiga musim berturut-turut menjuarai Serie A. Hanya satu yang ingin dicapai Capello saat itu, Liga Champion! Hal itupun tercapai setelah Milan melenggang ke final setelah mengalahkan Paris St Germain dengan penuh perjuangan. Lawan mereka di final adalah Barcelona, klub yang dilatih Johan Cruyff dan diperkuat deretan pemain hebat macam Ronald Koeman, Hristo Stoichkov, Romario, Miguel Angel Nadal, Josep Guardiola, dan Andoni Zubizaretta. Namun malang bagi Milan, karena tak bisa memainkan duet pertahanan Alessandro Costacurta dan Franco Baresi di partai puncak karena cedera dan akumulasi kartu. Namun begitu, Milan tetap dapat membungkan klub raksasa Spanyol itu dengan skor yang sangat telak, 4-0. Athena pun menjadi saksi kembalinya kejayaan Milan saat itu.

Tahun-tahun sulit AC Milan


Setelah memenangkan berbagai gelar di liga domestik dan di tingkat dunia seperti liga italia, coppa italia, liga champion dan piala winners. AC Milan harus mengalami tahun-tahun yang sulit bersama pelatih asal italia Massimo Giacomini. Klub raksasa italia ini harus terdegradasi setelah memenangkan musim 1979/1980 karena terlibat skandal perjudian Totonero 1980. Skandal perjudian Totonero 1980 atau yang lebih dikenal dengan Totonero 1980 adalah skandal pengaturan pertandingan di kasta Serie A dan Serie B. Skandal ini terungkap pada 23 maret 1980 oleh Guardia di Finanza, seorang polisi keuangan Italia. Kasus ini terungkap setelah dua pemilik toko Roma, Fabio Trinca dan Massimo Cruciani, menyatakan bahwa beberapa pemain sepak bola untuk mendapatkan uang. Para tokoh utama dalam skandal ini adalah Milan, Lazio, Perugia, Bologna, Avellino (Serie A), Taranto dan Palermo (Serie B). dikhususkan untuk Paolo Rossi, hukumannya ditangguhkan selama tiga tahun (dikurangi menjadidua melalui banding), dan kembali tepat waktu untuk membantu Italia memenangkan Piala Dunia FIFA 1982. AC Milan yang terlibat skandal Toronto 1980 ini langsung didegradasi ke Serie B. Tetapi, Milan dengan mudah menjuarai Serie B dan kemudian kembali ke Serie A. Namun malang bagi klub asal Italia ini karena kembali terlibat skandal dan harus terdegradasi kembali. tapi dari skandal ini tidak hanya tim seperti Milan yang terkena hukuman. Pemain dan Pejabat klub pun terkena hukuman. Seperti,
- Felice Colombo (presiden Milan) yang deberhentikan, dan
- Tommaso Fabretti (presiden bologna) yang diberi hukuman 1 tahun penjara. adapun pemain-pemain yang dihukum.
adapun pemain yang dihukum seperti,
- Stefano Pellegrini (Avellino) yang dihukum 6 tahun,
- Massimo Cacciatori (Lazio) 5 tahun
- Enrico Albertosi (Milan) 4 tahun
- Bruno Giordano (Lazio) 3 tahun 6 bulan
- Lionello Manfredonia (Lazio) 3 tahun 6 bulan
- Guido Magherini (Palermo) 3 tahun 6 bulan
- Giuseppe Savoldi (Napoli) 3 tahun 6 bulan
- Lionello Massimelli (Palermo) 3 tahun
- Luciano Zecchini (Perugia) 3 tahun
- Giuseppe Wilson (Lazio) 2 tahun
- Franco Kordoba (Avellino) 1 tahun 2 bulan
- Carlo Merlo (Lecce) 1 tahun
- Giorgio Morini (Milan) 11 bulan
- Stefano Chiodi (Mlan) 6 bulan
- Maurizio Montesi (Lazio) 4 bulan
- Franco Colomba (Bologna) 3 bulan
- Oscar Damiani (Napoli) 3 bulan